selamat pagi lelaki berdada puisi
mungkin rimbun malam telah lembut
mengapit seluruh hasratmu
tangisku belum usai
isakku belum juga purna
“perempuanku, sudahi! Tangismu sungguh tak puitis lagi!”
“lelakiku, aku telah jauh berjalan
Melewati lembah prahara dan hutan hutan nestapa!”
“lihat! kakiku penuh luka dan darah!
lihat! halus kulitku kini tergores tercabik duri
bernanah dan sakit merandang gundah!”
lelaki berdada puisi membaca pilu
di setiap perjalanan perempuan bermata pagi
sesekali disandarkan semua sakit di dadanya
“tidurkan semua pedih di sini!
seperti matahari menyandarkan cahanya pada rembulan”
“seperti embun yang selalu setia menghapus terik
dengan tetes sejuknya”
“lupakan semua derita yang mengusik cinta!
aku akan memelukmu sampai malam menjemput surya!”
“hapus segala jelaga agar bening di matamu bersemi lagi!”
perempuan bermata pagi sembab oleh luka
diam diam dalam dekap
matanya berkaca
sesekali tatapnya berpandangan
berjatuhan
“lelakiku, ini adalah bilur
menjulur di sepanjang jalan darah”
“ini adalah pedih, bersarang di ruang kalbu”
Ini adalah perih yang selalu mengecup ubun ubun”
“ini adalah noktah merah
; berdiam menyebar ke seluruh dinding hati”
“inilah aku! di jantungku selalu memafkan cinta
yang keruholeh kejanggalan dan abu abu!”
lelaki berdada puisi beringas
sorot matanya tajam
seketika senyumnya sirna
wajahnya tegas
telunjuknya mengarah ke langit
“diamlah!”
“sudahi semua tangis”
“jangan pernah kau sakiti diri”
“karena pengorbananmu tak pantas membela derita”
“biarkan semua runtuh karena pundakmubukanlah pemikul sahaya”
“tetap di sini! aku akan menggenggam jemari”
“hingga lukamu berubah menjadi senyum yang puisi”
cibinong, 07.03.17
0 komentar:
Posting Komentar