(Ummi Rissa)
sampai ini malam di tapal batas
aku masih menyaimpan rindu di bawah bantal
melipat semua peristiwa menjadi sakral dalam doa
yang aku sematkan pada dinding dinding langit agar tuhan membacanya
suara tembakan itu
membuat jantung merancu
lalu ceritamu : asrama yang hancur
sekolah diberondong peluru:
"apakah kau takut nak?" : tidak ibu, ada dua malaikat menjagaku!"
"ada doamu yang menangkis segala panasnya peluru!"
esok hari telah diumumkan
"darah syeh gullen ahmad telah dihalalkan!"
"tiga orang mahasiswa indonesia ditangkap,
sudah seminggu belum kembali, doakan aku ibu!"
"apakah kamu takut nak?": "tidak ibu, aku lebih takut kepada murka ibu, dari pada bom dan peluru mereka!"
"kembalilah sebelum fajar
saat rinduku masih tersimpan
di bawah bantal yang basah doa
dan aku akan memelukmu dengan cinta
karena rindu itu bersuara dengan lelehan air mata"
anakku
kemasi semua harapan
agar darahmu tak tercecer
di antara puing puing doa doa
beristirah sejenak di bilik dan kamar
yang sunyi oleh suara peluru dan teriakan
membacalah di sana dengan kitab yang dibawa oleh nabimu, nabi kita
dan tuhan akan menidurkanmu seperti iskandar zulqarnain
lalu membangunkanmu di antara lembaran kertas pengetahuan
dan aku akan melipat rinduku
lalu membenamkannya di bawah pelipisku
sampai kau datang memelukku dan berkata
"bukalah bantalmu yang penuh doa dan air mata
agar aku dapat menikmati kasihmu!"
bekasi, 19.12.17
Mencermati puisi ini, kita tak sekedar diajak untuk menikmati bahasa indah yang dilumuri nilaii-nilai estetika.
Dari tiap larik puisi yang ditulis, Ummi tampak hati-hati bersahabat dengan diksi-diksi yang digunakan.
Sebab, jika tidak tepat memilih sesuai alur puisi, maka isi yang disajikan tidak sampai ke pembaca.
Jika diamati dari larik pertama,
: .. sampai ini malam di tapal batas
aku masih menyimpan rindu di balik bantal...
Bahasa kiasan itu tersimpan kerinduan dan kekhwatiran diri Aku lirik terhadap keluarga ( anak) yang jauh darinya.
Kemudian Aku lirik menyimpan kekhwatirannya lewat keyakinan doa. Sebab doa baginya suatu kekuatan hakiki yang mampu mengusir segala kegelisahan.
.... melipat semua peristiwa menjadi sakral dalam doa
yang aku sematkan pada dinding dinding langit agar tuhan membacanya.
Sampai di sini, aku lirik menindas kekhawatirannya dengan kekuatan jiwanya yang penuh keyakinan terjadap kekuatan ilahiyah
Ibu mana dan orangtua yang mana tidak khawatir terhadap keselamatan anaknya, ketika buah hatinya itu berada dalam situasi kisruh yang melibatkan senjata api. Tapi yang paling menguatkan keyakinan dan sisa keberaniannya adalah pernyataan si anak dalam posisi lirik :
..suara tembakan itu
membuat jantung merancu
lalu ceritamu : asrama yang hancur
sekolah diberondong.peluru:
apakah kau takut nak? : tidak ibu, ada dua malaikat yang menjaga ku!"
"ada doamu yang menangkis segala.panasnya peluru!" .....
Jika dicermati dalam ukuran nilai tipogratif, kisahan mengenai puisi RINDU DI BAWAH BANTAL ini cukup apik dan hati-hati sekali.
Sebab, jika salah menempatkan kata yang tidak tepat, isi yang dituturkan akan berada di luar metapora kisahan.
Menulis syair memang gampang. Tapi mencatat momen dalam puisi membutuhkan kecermatan ilmu yang merangkai kata-kata karena di balik kata-kata itu terbangun satu keindahan (estetika).
Tak hanya menghadirkan kecemasan dari rasa cinta seorang ibu terhadap anaknya,
tapi kecintaan anaknya terungkap untuk mengimbangi kasih sayang ibunda. Itu yang diucap sang anak kepada ibunya :
...dan aku akan melipatkan rinduku
lalu membenamkannya di bawah pelipisku
sampai kau datang memelukku dan berkata :
"bukakah bantalmu yang penuh doa dan airmata agar aku dapat menikmati kasihmu"
Dari larik terakhir itu betapa kuatnya ikatan batin antara ibu dan anak dalam tipogrrafi puisi ini
Tak hanya hanya cerita pendek atau novel saja sebagai alat untuk menuturkan pengalaman batin penulis, tapi dari larik-larik puisi dapat dijelaskan secara padat bentuk kisahan yang akan disampaikan ke masyarakat pembaca.
Seperti yang dikatakan penyair India, Rabindranath Tagore, puisi itu ibarat satu ruang yang luas untuk menjelaskan segala persoalan secara pribadi maupun yang terjadi di luar diri kita.
Puisi ini sangat apik mengungkap pengalaman berbahaya yang mengbadirkan sejumlah kekhawatiran orangtua terhadap ananda tersayang.
Sayang volume resensinya ini sangat sedikit karena ruang dan tempat untuk meletakkan kata-kata memang terbatas. Selamat berkarya terus,
0 komentar:
Posting Komentar