aku hampir kehilangan diksi
untuk menuliskan indahnya madinah
masjid nabawi yang tak pernah sepi
oleh tangis dan haru
dan di Raudhah antara tulang punggungnya
penuh dengan amin ribuan malaikat
quba menantang doadoa
dua rakaat yang ditegakkan
serupa pahala umrah seorang anak manusia
dan aku terus berjalan
memanggul ribuan katakata
yang tak dapat aku terjemahkan pada pena
sampai aku di jabal magnet
di antara kedua kutubnya
menarik bulu kuduk hingga ubun
aku takjub seratus juta pertanyaan
terdiam, didih darahku penuh
allahu akbar!
lalu pada siang yang berbisik
aku manjakan lidahku
nasi Bukhari dengan leleham samin
minyak wijen, jintan hitam dan kayu manis
satu daging ayam lembut lunak
berjatuhan dari langit di kota nabi
madinah, 21.10.14
0 komentar:
Posting Komentar