Hari mulai merangkak malam, sunyi makin membentang, ini adalah kereta terakhir jurusan Bekasi yang aku tumpangi. Aku melihat gadis kecil duduk sendiri di sudut bangku prioritas. Aku memandangi wajahnya, bibirnya gemetar, wajahnya begitu pias masai, lalu Ia berbicara dengan bahasa kalbu, suaranya parau.
"Kak.... aku Ani anak kecil yang beberapa hari lalu terjatuh ke kolong kereta, kakak dengar kan? Waktu itu aku menjerit-jerit kesakitan dan ketakutan!”
“Ani ?” aku mencoba mengingat-ingat, oh ya... beberapa hari lalu aku mendengar anak kecil terjatuh ketika turun dari kereta, sontak semua penumpang menjerit histeris. Ya aku mengingatnya, “Kenapa hari ini Ani naik kereta sendiri? mana ayah bunda Ani?” Dia terdiam hanya tertunduk lalu airmatanya mengalir.
Di luar hujan, cuaca makin dingin, tiba tiba Ani memelukku, tangan mungilnya begitu lembut dan dingin, "boleh aku tidur dipangkuan kakak?” aku hanya tersenyum dan mengangguk. Ia meraba wajahku, ”kakak cantik dan baik, aku ingin punya ibu seperti kakak”. “Setiap hari aku naik kereta terakhir dan gerbong terakhir arah Bekasi, aku ingin mencari ibuku kakak..., tapi aku tak pernah bertemu ibu, maukah kakak menjadi ibuku?” aku tersenyum mengiyakan permintaannya. Ia terus bercerita dan berbicara dengan riang, tak terasa kereta telah sampai di stasiun Kranji.
“Stasiun Kranji, sebentar lagi bekasi”, gumamku lirih, Ani tersentak kaget,”apa? Stasiun Kranji ?” “Iya sayang ini stasiun Kranji, kenapa?” “Aku turun di sini kakak, kalau kakak naik kereta arah Bekasi, naiklah kereta terahir dan di gerbong paling akhir juga, aku akan menunggu kakak di sana”.
Dia menciumi pipiku, matanya berkaca-kaca, “Aku akan merindukan kakak”. Dia berjalan menuju pintu yang tertutup, keluar tanpa menunggu pintu terbuka, menembus pintu dengan jasadnya. Aku berdiri tanganku mencoba menggapainya,
"Ani.... saputanganmu...!”
Bekasi, 2017
0 komentar:
Posting Komentar