Kamis, 11 Januari 2018

MENDAKI BUNCAHAN AIR MATA




aku masih menyisir helai rambut ketabahan
yang semakin kusut oleh terpaan angin derita
dan rasa perih yang mendera adalah nyali
agar aku dapat bicara pada lembar sunyi
yang membuka dadanya untuk sekedar
aku kecup dengan magis diksi puisi
dan air mata ini adalah tinta
yang akan menghunus
dari jantung hingga
rusukrisikmu
lukaluka
binasa
asa

jangan kau tanya
mengapa aku membawa pergi
anak anak negeri ini jauh ke eufrat
turkey sudan madinah mesir babilonia
dan seluruh jazirah arab yang panas dan tandus
tapi sanggup memberi makan dan pendidikan
untuk mereka anak kandung negeri tercinta
siapa yang sanggup menentramkan garuda
jika permata yang kilauannya bersinar
menembus tujuh langit semesta
akan hilang daricakrawala
lalu kita menangisi
jasad kecerdasan
yang hanya
tinggal
nama

bekasi, 07.09.16

SAJAK DI DADA IBU



aku tak ingin beranjak
membaca sajak di ruang hatimu
yang kau tulis begitu sempurna
tentang sebuah sejarah hidup
sehingga aku berada di goa pertapaanmu
sesempurna kasih  yang lahir dari dalam kalbu

ketika kupandangi wajahmu
aku menemukan samudra keteduhan
memberi ketenangan tak habis habis
meski gelombang pasang sering menghantam
namun jiwamu tetap tegar
menjaga kasih sayang 
dan lumbung kerukunan anak anakmu

tetes air mata yang jatuh adalah rangkaian doa doa
yang selalu kau sunting pada bait puisi
pada sujud di sepertiga malammu
menjadi perisai yang mengukuhkan
langkah di setiap perjalananku

masih ada waktu untuk memeluk dan mengelus rambutku
menyentuh dengan kasih sayang dan selembar dongeng
aku terlelap di pangkuan dengan ribuan kedamaian
mengecup kening walau aku salah dan tak mampu
menghargai lukisan ikhlas yang mengurai
di sepanjang perjalananku

di ceruk matamu
terbentang danau ikhlas
yang tak  pernah mengharap emas
harta benda duniawi atau  permata
hanya sapa dan rasa hormat
dariku yang kau idamkan
kasih sayangmu cahaya
di palung jiwa

cibinong,28.11.16

HUJAN DESEMBER



ini hujan ketujuh yang jatuh dan basah dihati
daun daun gugur membilang doa doa suci
sementara anakanak gerimis menangis
membaca alam berkencan badai
petir banjir longsor
bencana
   
seperti desember kemarin
dia tak mau kehilangan ranting
lalu waktu berjalan tak henti seperti air
berhembus bersama tiupan angin, tak sama
melancong ke bukit bukit juga lembah ngarai
basah basah selembab jiwanya yang pasrah lelah

lihat! kakinya bersijingkat
menari berputar mengikuti tarian rumi
tak perduli basah sepatu dan gaunnya
wajah menengadah kelangit
mata terpejam tenang
memandang putih
 kuning biru hijau
menikmati hujan
kedua tangan mengkap isyarat
berteriak sekuat teriakan alam
desember dalam kepasrahan
  dan pulang dalam satu tujuan

cibinong, 27.12.16

SAJAK DARI BUMI OSING



ha ha ha ha ha ha
yo yo yo yo yo yo
yo wes kelendi maning
saiki wes kadung
sewang sewangan
mendem gadung
bakalan worong

dari telaga sri tanjung
lahir cerita kesetian putih
suci cinta sang dewi ternoda
atas kesangsian banterang
termakan belati fitnah
air mata gundah
didih darah
amarah
ah

pedang di pinggang
tercabut, tangannya gemetar
dia lupa sritanjung tulang rusuknya
senyum tawa selalu membawa desir bahagia
pedang di tangan kanan di acungkan ke langit
siap menghujam di dada lembut tempat berkasih
perlahan darah menyembur hangat, jerit sakit sang dewi
luka luka di jantung, hati dan darah mengalir dari tubuh
 menguar aroma wangi tak habis habis di sepanjang kali
banterang terkulai, tangisan tiada berarti
kekasih hati pergi menghadap ilahi
sesal terus mendaki relung hati
sesak merapat melukai diri
dia berlari mencari
dini hari
mencari
hari dini

yo wes kelendi maning
saiki  sewang sewangan

kepingin kumpul maning
tapi nono dalane eman

segoro yo ono pesisire
wong welas ono watese

gelang alit reng jeriji
ojo lali tumekaning pati

cibinong. 27.12.16


RINDU RIBUAN KALI



tanah bahari semakin molek
sesekali aku menyambangi
walau hanya beberapa saat
dan kita kerap tak saling
berjabat tangan erat

jika aku datang
kau menyuguhiku
sate tegal dan tahu aci
nasi pongol setan ; membuat
keringatku jatuh pada nikmat
yang khas dan membuatku rindu
ribuan kali
berkali kali; tak henti

lalu teh poci
tersaji dikendi
memberi energi
untuk tetap duduk
dan menikmatimu
hingga pagi
bergerigi

rindu ini
rindu ribuan kali
aku ingin datang kembali
saat musim kembang puisi
memelukmu dalam sepi
di rumah sajak
tak bertepi

lubang buaya, 03.03.17

KESETIAAN DANAWARIH



entah sudah berapa ribu kaki menjejak di jembatan ini
mengapit segala kesedihan yang terangkul di pundak
tangis kekasih adalah nyanyian perih kehilangan
saat mawar kau selipkan di bibir pagi
senyum ceria menghias pipi

cinta hanya sepenggal harap
rindu mungkin telah terabaikan
keinginan menjadi sungsang tak bernyali
kita berada di persimpangan, berseberangan tujuan
saling menenggelamkan kenangan yang telah kita rangkai
menjadi puisi puisi di atas tiang tiang gantung danawarih

masih ingatkah engkau pada sajak janji yang tertulis di sana
di antara pengait dan tambang tambang menjelma pilu
namun danawarih tetap saja setia menyimpan
kenangan indah dari segala tapak jejak
yang mewarnainya hingga ke tepian
danau beko margasari

lihat binar matahari
tersimpan di antara pucuk perdu
mengisyaratkan rindu yang tertera
di pelupuk taman bunga; tumbuh daun daun
menagih keinginan untuk kita tetap bersua
walau harap sudah menjadi tenang
bersama musim yang tenggelam
di senja tak bertuan

lubang buaya, 03.03.17

SAJAK SEPEDA AYAH



kau menamainya jago
sepeda itu kenangan
tak pernah tergadai oleh pergantian musim
ataupun riuh angkutan modern
jago menemanimu setiap hari
mengelilingi kebun kelapa dan ladang milik kita

pagi itu merah saga
aku bonceng di belakang menuju boom
lalu taman sritanjung yang selalu memekarkan bunga harum
memberi ruang cinta dan tempat untuk kelakar dan gurau
lanun cenil orogorog ucenguceng gatot rondo royal
kuliner yang berjajar di sepanjang trotoar
aku turun dari sepeda berlari mencari yang aku ingin
sepincuk sego cawok janganan bali gimbal jagung
kita menanam kenangan di sepanjang trotoar

kau kayuh lagi si jago
menuju rumah yang kita rindui
sambil bernyanyi nyanyi
“kita naik sepeda kumbang
jalan perlahan keliling desa
berputar putar
aku bonceng di belakang
kupeluk erat ayah”

cibinong, 03.03.17

MONOLOG PEREMPUAN BERMATA PAGI DAN LAKI LAKI BERDADA PUISI - 1



selamat pagi lelaki berdada puisi
mungkin rimbun malam telah lembut
mengapit seluruh hasratmu
tangisku belum usai
isakku belum juga purna

“perempuanku, sudahi! Tangismu sungguh tak puitis lagi!”

“lelakiku, aku telah jauh berjalan
Melewati lembah prahara dan hutan hutan nestapa!”
“lihat! kakiku penuh luka dan darah!
lihat! halus kulitku kini tergores tercabik duri
bernanah dan sakit merandang gundah!”

lelaki berdada puisi membaca pilu
di setiap perjalanan perempuan bermata pagi
sesekali disandarkan semua sakit di dadanya

“tidurkan semua pedih di sini!
seperti matahari menyandarkan cahanya pada rembulan”
“seperti embun yang selalu setia menghapus terik
dengan tetes sejuknya”
“lupakan semua derita yang mengusik cinta!
aku akan memelukmu sampai malam menjemput surya!”
“hapus segala jelaga agar bening di matamu bersemi lagi!”

perempuan bermata pagi sembab oleh luka
diam diam dalam dekap
matanya berkaca
sesekali tatapnya berpandangan
berjatuhan

“lelakiku, ini adalah bilur
menjulur di sepanjang jalan darah”
“ini adalah pedih, bersarang di ruang kalbu”
Ini adalah perih yang selalu mengecup ubun ubun”
“ini adalah noktah merah
; berdiam menyebar ke seluruh dinding hati”
“inilah aku! di jantungku selalu memafkan cinta
yang keruholeh kejanggalan dan abu abu!”

lelaki berdada puisi beringas
sorot matanya tajam
seketika senyumnya sirna
wajahnya tegas
telunjuknya mengarah ke langit


“diamlah!”
“sudahi semua tangis”
“jangan pernah kau sakiti diri”
“karena pengorbananmu tak pantas membela derita”
“biarkan semua runtuh karena pundakmubukanlah pemikul sahaya”
“tetap di sini! aku akan menggenggam jemari”
“hingga lukamu berubah menjadi senyum yang puisi”

cibinong, 07.03.17

Selasa, 09 Januari 2018

BARA DI ATAS TUNGKU LUKA



perempuan bermata pagi
selalu mahir menyapih perih
dari derit permasalahn dan luka
mendera menjadi kuncupkuncup derita

ini siang meranggas
dia bersepatu kulit matahari
entah bagaimana panas memeram
kakinya tak lagibersijingkat menahan bara

perempuan bermata pagi
airmatanya jatuh bersama embun
mawar yang dia tanam kini mengering
gugur kelopak, lenyap seluruh harumnya

perempuan bermata pagi
membentangkan pedih di langit
magenta meleguh jingga; awan bertebaran
; hujan kesedihan menetes di bumi subur
; janin janin rapuh tumbuh
; bunga bunga merintih pedih
; di pintumu dia bersimpuh

Setu,06.03.17

LULUR DO'A



Ini adalah lulur do’a
Yang telah kita peram setiap akhir malam
Di tanah leluhur yang leguh dan gundah
Oleh iklim dan cuaca
Warna warni baju merah kuning jingga ungu
Menandai setiap pergantian musim
Yang terkdang menjadi naif oleh derit keinginan dan tipu muslihat

Sudahlah
Mari kita jamasi anak anak kita
Dengan lulur do’a
Berharap memudar aroma luka luka
Yang telah terendam bisa sekian lama
Lalu kita pandangi senyumnya setiap pagi dan senja

Lubang buaya,02.03.17

BARA YANG BERSANDING DI PINTU HATI



enyahlah
sebelum hianat melampiaskan jejak
warna pelangi yang terus memudar
kerut penghianatan berjabatan
sampai malam mencengkeram jelaga
lalu takdir berusaha mengusap ubun-ubun waktu

inilah bara yang kau sandingkan
merancu diantara dinding hati
menati esok matahari berbinar
memenuhi ruang kalbu
lalu kesal bersembunyi di bawah bantal tidur itu

sudahi semua cerita
karena malam menentramkan kesumat
berbaris diantara dinding-dinding
berbisik di lingkaran bola mimpi
berakhir di pelabuhan yang tak pernah kita hindari

bekasi,26.02.17

RUMAH PUISI KITA



seperti hujan yang selalu menjamasi bumi
kenangan ini berjatuhan tak henti henti
memberi sebuah arti yang nyalang
riang bergelimang suka cita

entah sampai kapan senyum dan tawa kita bermuara
di rumah puisi yang kita bangun dengan rasa cinta
perasaan kasih  membalut seluruh luka luka
dan rasa sakit yang sedikit demi sedikit bergugur
seperti daun daun mengering jatuh meremah bumi
lalu hari ini kita terasa asing di rumah kita sendiri
dirahim waktu kita bertemu menggodok jiwa
dalam kawah candradimuka
mematangkan segala ingin
tak kering kering

tanah merah ini saksi
lagu lagu kita nyanyikan
walau terkadang sumbang
memeluk dada kita apa adanya
biarkan indah ini melata
seperti kerinduan saat jiwa ingin berjumpa

tamasek,11.03.17

KUNTUM KUNTUM CINTA



ini adalah darah
mengalir di seluruh tubuh
bermuara di rumah rumah jantung kita
sampai usia menjelmakan kuntum senyum
anak anak yang setiap celotehnya; bayangan kerinduan

buka telapak tanganmu
akan aku baca lembaran cerita
yang tertulis di dada waktu dan paru parumu
lalu diamlah di sini sambil mengaminkan luruh doa doa
bertandang di setiap ubun ubun harapan sampai akhir tujuan

kaulah cinta
lahir disetiap kesederhanaan
memaknai setiap langkah hidup
memandangmu selalu tulus dengan segala degup
lalu cinta mempertemukan kau kepada puting susu
dari seorang perempuan yang kau panggil,”ibu”

setu, 17.03.17


POTRET TERAKHIR



inilah potret terakhir
memenjarakan keinganan
rengkuh dan pelukan tak lagi sampai
hanya bayangan yang lahir hitam putih
membingkai rindu tak habis habis
walau ruang kalbu terisi foto itu
adamu hanya sebuah bayang
tak sampai dalam pandangan
sentuhku hanya dalam kalbu
kini kau hanyalah sajak cinta
yang selalu aku tulis pagi senja
berkisah perjalanan dan ritual kasih
dan tujuan yang tak pernah berakhirakhir

kamboja di keningmu; memupus segala kisah
ronta kenakalanmu menyudahi dadaku bercerita
tentangmu; malaikat kecil yang akan menuntunku di mahsyar
membawakan secawan anggur dan madu tanpa syarat dan syahwat
rindumu tak pernah berpaling pada puting susu yang  telah menjelma darah

pada palung jiwaku paling sepi kau nyalakan lilin dan lidah api
lalu gambarmu menjelma puisi puisi dalam lembaran hati
sampai jatuh musim gugur hujan sebagai penanda waktu
aku tergugu menangkap segala isyarat rindu itu
tanpamu cinta ini tak bersuara merdu
; di batu nisanmu derai do’aku
berjatuhan satu satu

suatu hari
ketika cuaca telah ranum
akan aku bingkai seluruh senyum
walau ketiak matahari tak memberi ruang
hujan adalah rintik duka dan harap
tangisku tak lagi gagap
lalu kita berpelukan
dalam do’a do’a

bekasi, 19.03.17



MONOLOG MENDIANG ASAP DAN LELAKI TUA



di ujung dermaga
lelaki tua bersandar
di keningnya ada luka
mendiang asap rokok melingkar
dari bibirnya; keriput menghitam

sebelah paru parunya berkisah
tentang perjalanan senja
dengan latar prahara
cerutu dan asap
tak lagi
bersahabat

lelaki tua
berteriak menghadap laut
“enyahlah dari benak, aku tak lagi menunggumu”
“walau sedap gurih asapmu dan hangat memeluk birahi
aku tak akan menyambut dekap yang menjanjikan nikmat”
“kini dadaku berarak arak kisah hingga sesak tak lagi
melumat semua prahara tentang asap lisong
dan purnama yang usai terbit dari jiwa”
“enyahlah dari benakku”
tangisnya penuh gugu

mendiang asap
bertiwikrama
seolah mengajak kembali
“hei lelaki tua
mari menari
menikmati gerimis
aku akan memberimu
kenangan manis tak habis habis”

cibinong,20.03.17

MONOLOG LELAKI BERDADA LAUT DAN PEREMPUAN BERMATA PUISI - 2



hujan mendedas bumi
gelap menebar aroma gelisah
laki laki berdada laut menatap jauh
pada sepetak hati seorang perempuan
di matanya selalu tertulis puisikehidupan

lirih suaranya memanggil
“hey perempuan bermata puisi!”
“diksi di matamu adalah suara sepi!”
“jangan diam jika dadamu dibelah pengap”
“jangan diam jika diammu adalah belati gundah”
“Jangan diam jika di matamau adalah air mata resah”
“jangan diam seperti ombak menghabisi jiwa pantai”

perempuan itu
diam melewati waktu
kakinya melangkah tertuju
pada rumah janji ; penuh muslihat
lalu berkerak menguar aroma khianat
matanya sembab memandang lelaki berdada laut

“lelaki berdada laut!”
“diamku adalah cinta”
“melawat hingga negeri asin”
“mengikat perjanjian putih”
“walau nyeri merajam seluruh jiwa”
“kesetian harakat cinta”
“biarkan tetap di sini hingga matahari menyelimuti pagi”

setu,18.03.17


GANDRUNG



separuh harap yang lahir
adalah keinginan hati
cerita melembutkan
segala kecamuk
rantak retak

geraknya adalah tarian cinta
sepenggal cerita tertulis
tiap perjalanan gerimis
sapa bumi manis
wajah kata kata

dia adalah gandrung banyuwangi
jejak kakinya adalah ritual kelana
menghadirkan berlembar kisah
melukis gambar gambar
walau kadang samar
tak terbaca mata
mata biasa

terkadang pedih menikam pelipisnya
gundah merongrong kosong jiwa
kembang senyum berguguran
menampik kehampaan
;binasa dalam tarian

lubang buaya,20.03.17

MATAHARI DI BUMI BLAMBANGAN




mari kita menapaki bumi blambangan
yang lahir dari sejarah minak jinggo
pemilik gada kuning mandraguna
dan anak anak matahari bertapa
di ufuk barat cakrawala senja

kita mencatat perjalanan damar wulan
kesatria tampan darah bangsawan
terperangkap menjadi unggulata
di kastil kuda kuda punggawa
memetik hikmah cinta

sampailah kita pada kitab banterang dan sritanjung
kisah setia dara jelita berakhir di belati nestapa
lelehan darah mengudar bau harum
cuaca gelap tak lagi senyum
duka menjadi tudung luka

lalu kaki kaki berjalan di subur tanah macan putih
sederet serenada ritual gending banyuwangi
bertiwikrama menyambut musim tanam tiba
lalu tangan legenda menulis kisah ruatan
seorang bangsawan menjelma macan

sampai di mana magenta menyentuh langit
kita masih tenggelam membaca
lalu bangga dengan kearifan
nenek moyangtercinta
yang sepi oleh pujian
sirna ditelan masa

cibinong, 22.03.17

DONGENG DARI NEGERI AWAN



kabut lembut terbaca
gerimis mulai riang bercerita
tentang sandikala yang lumpuh
di telan kekhusyuan bedug magrib

aku masih di gerbong negeri awan
mendengarkan dongeng cipluk
gadis cantik yang bertanduk
dengan taring menawan

seluruh tubuh bersisik
sesekali dikibaskan ekornya
mengajakku bercanda; tertawa
dia terus saja mendongeng riang

"suatu hari naga dini
seekor naga putih jelmaan
dari gumpalan gumpalan awan
turun ke bumi, menjadi puteri dewi
berkulit putih lembut; aroma wangi"

"dewi naga dini berkelana di bumi
melewati pusaran pusaran angin
lembah sintru; gunung gunung
ceruk waktu dengan segala
tabiat dan tipu muslihat"

"di hutan wingit; dedemit
bertemu raksasa kalikamaya
rambut gimbal terurai panjang
payudaranya menjuntai ke tanah
tawa menggelegar sampai ke langit"

"raksasa kalikamaya menjulur lidah
menatap; menelan gurih sedap
pada wajah ayu berkulit salju
menguar aroma perempuan
tak habis ingin menelan"

"ringkik suasana meronta
nagadini memandang tajam
sorot matanya berkilauan geram
lalu senyumnya mengembang perlahan
telunjuknya mengarah sekawanan awan"

"akulah nagadini, putri dari negeri awan
lahir dari gumpalan awan awan putih
cahaya matahari tempat berpijak
angin membawakan selendang
menghalau segala kepedihan"

"kalikamaya terkepung seteru
dadanya membisu;degup meburu
gemetar marajah seluruh tubuhnya
diam; tersimpuh; lumpuh; penuh peluh
hancur serupa debu, binasa di akhir cerita"

cirebon, 26. 03. 17

Senin, 08 Januari 2018

PERCAKAPAN DALAM RUANG SEMPIT



udara tak lagi pengap
sunyi menjadi hingar
diam berubah tawa
rindu tetap di jendela

ada bisik menelisik
di ruang kosong sempit
suara nyanyian serupa doa
merapal semua ingin harap

ooo
jiwa tak
 bertepi
bercakap pada cermin
"berteriaklah sekuat; rakaat"
"air mata adalah cinta; makrifat"
"sudahi gelisah buang anganangan"
"kita berjalan di titian muhibah"

abu abu
menjelma biru
bait bait puisi lahir
dan anak anak diksi
membaca ribuan haru

tegal, 25. 03. 17

BALADA NENEK TUA DAN SEORANG CUCU



habis sudah lelah
mengering jalan hidup
langit menjadi payung atap
bumi tempat tidur terhangat

dunia panggung sandiwara
hanya menggubah cerita cerita
mati hanya memindahkan tempat
sedih gembira hanya mengubah siasat

di sebuah trotoar
tubuh tua itu tersandar
lusuh pakaian dan wajahnya
di pipi tergambar teduh derita

nasib tak berpaling
rindu mengapit kening
suara suara tak lagi bising
pasrah tergolek di tanah kering

tak ada yang dia pikir
aksara hanya pengganjal bibir
keruwetan bukan kesiaan takdir
menikmati cinta yang terus mengalir

bekasi, 23. 03. 17





HATI YANG BERKABUT



seperti rindu yang berkabung
wajah itu tetap di jendela
dadanya yang puisi
menyapa ilusi

hari ini penuh
leguh gundah lepuh
hati mencakar kabut kalut
serasa mati rasa tercabut kemelut

wajah cuaca kini tak lagi beringas
lembut menentramkan angin
lalu ubun ubun cakrawala
memberi serbuk tanya

"sampai di mana
gaduh bercerita duka
tentang senja yang murung
jingga ditelan durjana sandikala"

dan kau hanya diam mematung
di tengah riuh kecamuk rindu
sampai jiwa membusung
menepi tanpa tudung

bekasi, 31.03. 17

WAJAH DALAM KARDUS



seminggu lalu
cuaca begitu abuabu
mendung tak terelakkan
hujan petir menyapa tanaman

ada kardus dekat tong sampah
terguyur hujan senja kelabu
lamat lamat suara tangis
tak beralamat jelas

seekor anjing datang
mendekati aroma darah
mengudar di sekitar sampah
"hah! inilah takdir yang memihak"

ia mengendus timbunan amis darah
lalu berhenti pada sebuah kardus
"ini dia, aroma sedap; menguar"
"Tuhan, bayi berlumur darah"

anjing tertegun di tepi kardus
wajahnya lesu menggapai tanya
perlahan lidahnya menyapu darah
bayi kecil menatap anjing penuh haru

di letakkan tubuh lemah di antara taring
giginya tak beradu, air liur tertahan
plasenta terserak kerikil batubatu
tangis wajah dalam kardus
sampai pada langit
hujan pun mereda

langkah kaki anjing
terhenti di puskesmas
perlahan tubuh kecil dilepasnya
di pintu, tempat berlalu lalang orang
juru rawat menjerit panik; matanya berkaca

"Tuhan, inikah dusta! "

lubang buaya, 1.04.17

KOPI SENJA HUJAN



senja mengabarkan tentang hujan
bertandang di teras rumah sebelah
mengetuk tiap pintu ingin bertamu
semua rapat mengunci, bahkan
terkadang ada caci maki

entah ini pintu ke berapa
hujan masih setia menyapa
aku masih menyangrai kopi
inilah lanang kopi dari lereng ijen
yang dipetik dengan tarian sritanjung
di sangrai dengan tembikar tanah liat

engkau  di pelataran, diam termangu
menunggu hujan yang akan bertamu

mari, marilah ke sini
kita duduk menepi di akhir pekan
aku akan mengaduk secangkir kopi
 dan merituali bibir cangkir dengan ciuman

lalu kita menari seperti tarian rumi
berpelukan hingga hilang janji

bekasi, 2.04.17

DEKANDENSI MORAL



ada yang tak terbaca
ada yang lepas dari tangan
ada yang hilang dari jiwa
ada yang tak terlihat
ada yang tersembunyi
ada yang terbang entah kemana
menjauh
melayang
berkeping
serpihan
hancur
remuk
debu
lalu mati

tradisi yang hampir punah
tradisi baik patah patah
agama hanya trend
shalat
bacaan qur’an
shalawat
hadis nabi
hanya menjadi status facebook

perselingkuhan menjadi mode
bangga anak anak lahir di luar pernikahan
bangga perempuan perempuan hamil tanpa suami
bangga hidup seatap tanpa tali dan ikatan pernikahan
pernikahan bukan hal yang sakral lagi
cinta bukan lagi di hati
kasih bukan lagi menjadi jiwa
semua hanya ada dalams tatus facebook
dekadensi
dekadensi

anak anak tak lagi terharu menatap ibunya
ibu menjadi pembantu pembantu
ibu menjadi pesuruh
ibu menjadi baby sister
ibu hanya ada dalam gambar dan foto
dekadensi moral

kita terkadang lupa
“bu, ambilkan sepatu
bu, cuciin baju
bu, setrikain
bu, makan
bu, minum
bu, ambilkan ini
bu, ambilkan itu”
hah!
bedebah kalian!

lihat surau yang sepi dari jamaah
masjid mulai ditinggalkan
sesama islam saling mengkafirkan
saudara saling menjelekkan
permusuhan mengembang
beranak anak menjadi
siklus yang tak mati
dekadensi

kita lihat bayi tak berdosa
ada di tong sampah
bayi tak berdosa dibakar
hidup hidup tanpa belas kasih
bayi dipotong potong jadi lima
bayi dibakar jadi arang
bayi diperkosa
diperkosa
bahkan dibunuh
ketika masih menjadi darah
dekadensi moral

di mahsyar
anak anak menjunjung bejana
membawa perahan susu segar
mencari orang tuanya 
“mak, aku yang dulu kau gugurkan”
“mak, aku yang dulu kehujanan
ketika kau letakkan di tong sampah”
“mak aku yang dulukau bakar jadi arang”
“mak, aku yang dulu kau potong potong
lalu jasadku kau hanyutkan di kali”
“mak, aku yang dulu kau pukuli sampai mati”
“pak, aku yang dulu kau perkosa sampai mati”

inilah dunia
sudah beruban dan mulai tua
lelah memikul perbuatan anak manusia
lelah menahan beban dari segala cerita
lelah menahan tangis do’a do’a para pecinta
lelah menatap haru orang orang sholeh
sementara para perusak merajalela
para perusak tak lagi mengenal
alamat Tuhannya
al qoriah
kiamat
kiamat
kiamat
lalu Allah berfirman
wamtazul yauma ayyuhal mujrimuun
keluar dari surgaku wahai para jahannam
keluar dari surgaku

“aku takut
aku takut ya Robb
aku takut!”
“hendak lari kemana aku
bersembunyi di sini saja
di bawah kursi atau meja
ah takut!”
“kemana aku bersembunyi
di bawah kolong tempat tidur
di dalam rumahku yang megah
di dalam kamar istanaku yang mewah
di villa vilaku yang indah
di bungalau, kotech atau rumah batu
ah aku takut!”
“aku lari kemana?
lari ke mana
aku takut!”
di huma, kebun atau sawahku
di kali kali atau selokan
ah aku takut!”
takut!
takut sampai dadaku ciut!
“duh gusti pangeran abdi
abdi dzolim ka diri abdi
lamun gusti teu ngehampura
tamtos abdi janten jalmi
anu rugi”

Allahu akbar, Allahu akbar
“aku berdosa
aku pendosa
aku celaka
aku hina
mau lari kemana
bersembunyi di mana
pergi kemana
bumi
langit
jagat raya
semua milikmu
aku takut!
aku takut!
kalut
terjepit
sempit
terlilit!
dan jatuh!
jatuh bersimbah dosa!”

Tuhan
aku ini bukan ahli syurga
tapi aku takut akan api neraka
dosa dosaku sebanyak buih
sebanyak buih di lautan
dosa dosaku
sebanyak pasir di pantai
banyak
tak terhitung jumlahnya
kalau bukan karena rahmat-Mu
kalau bukan karena kasih-Mu
kalau bukan karena pertolongan-Mu
aku bukan apa apa
aku bukan siapa siapa
hanya manusia hina
nista
berlumur dosa
dan
Engkau pengampun dosa
Engkau pengampun segala dosa

cibinong,04.04.17

DERIT LUKA



suara yang gaduh di sini
menggores selembar hati
dengan tinta yang tersembunyi
sampai luka menjadi pucat lesi

dia tak lagi sembab oleh tangis
sebab pedih berjejalan di kantung mata
tak lagi berterial memohon belas kasih
sebab di tangannya ribuan luka dan garis permaafan

wajahnya berbicara tentang dongeng rasa letih
seorang perempuan yang di hatinya ada sayatan
sebilah pisau tumpul, bernyanyi di jantung
hati dan kedua parunya meleleh darah
kekecewaan mendera, sakit merajam

ah, hela nafasnya panjang menjulang
seperti awan hendak menyentuh langit
lalu diambilnya sepotong pena warna hitam
perlahan jemarinya menulis sebaris pesan
“karamkan jiwaku pada katulistiwa cinta
agar aku bisa tertawa”

lubang buaya,14.04.17

RUANG TUNGGU




masih ada kenangan yang tersisa
tentang secangkir kopi dan segelas lemontea
udara malam, desir angin bukit pucong
lalu meja meja yang bercerita tentang roti cani dan nasi briani

kita sama sama berjalan melewati tepi belokan
gonggong herder dan kesunyian
membuat dadaku hampir lepas
"gila!! aku takut beneran"
"inilah rindu yang berguguran"
"jatuh sepanjang jalan"

di ruang tunggu
aku hanya memandang
deretan penumpang
dengan gadget di tangan
dan pesawat itu masih menunggu waktu

kuala lumpur, 10. 04. 17

NEGERI AWAN



dari jendela
membuka cakrawala
negeri awan penuh cerita
matahari beristirah jelang senja

ada raksasa dan kurcacikurcaci
rumah rumah, kebun bunga
juga puteri dari awan putih
penunggang kuda putih

inilah negeri awan
di mana cinta menjadi sama
di selimuti glomus altokolumus
seperti putih melipat api kesucian

lionair, 10. 04. 17


PEREMPUAN DALAM CERMIN



hampir tak mengenal musim
kau selalu memandang perempuan dalam cermin
mungkin di bilik ini figura telah usang dan membosankan
tak lagi manis seperti gula gula yang dulu sempat kau sukai

tak perlu bertanya karena ceruk kalbu bercerita
tentang sebuah kegaduhan yang jalang oleh wajah dalam cermin itu
semua sama saja,menjadi hitam putih terkadang abuabu
hanya hela nafas panjang yang terkadang sedikit menyesak

waktu terserak bersama lembab dan karat hianat
apakah tangisan itu perlu? tidak lagi, cukup di sini
di sebidang dada puisi menulis segala perih
wajah wajah lucu itu adalah inspirasi
jejak senyum yang paling mudah aku kenali

genapkan bilangannya agar lengkap jemarimu menyentuh kening
wajah dalam cermin itu, memberimu ribuan inspirasi
sementara aku terduduk, tunduk lalu malu pada puisi
yang lahir di antara anak anak matahari pagi ini

lb, 12. 04. 17

ELFRIDA



cahaya mulai jingga
pagi berlelehan menyentuh pipinya
gadis manis  duduk menyendiri di antara perih
yang tak lagi dapat membedakan tanah cinta dan luka
tak lagi hirau dahsyat gelombang rindu dan fatamorgana

wanita yang dagunya di tanam biji mawar dan kamboja
di antara kedua pelipisnya pelangi merahhijaukuning
; rasa kecewa selalu Ia sembunyikan
di balik rimbun daun mawar
; tumbuh di ubun ubunnya

elfrida
wanita yang dagunya
di tanam biji mawar dan kamboja 
hari hari mulai riuh
angin timur berdatangan
membawa kabar baik
tentang seorang pangeran
menggendara kuda berpelana asa
  rambutnya digelung menghadap langit
terkadang digerai seperti kibaran rambut asoka
menaklukkan hati elfrida

hutan belantara jiwa
selalu mengusik perjalanan ketenangan
seperti hari yang tak pernah pagi
matahari enggan mengusik perjalanan ini
elfrida, di senyummu kau sembunyikan setiap rahasia

 setu, 15.03.17

PEREMPUAN DI BUKU PUISI



inilah lembaran keempatpuluhan
di mana tintaku terhenti di sini
membaca sajak hidupmu
seperti aku bercermin

ada yang tampak abuabu
senyum mengaburkan laraduka
tegar menelisik seisi ruangruang kalbu
lagilagi senyum membasuh keringat di dada luka

cinta bagimu puisi yang menjelma di labirin cakrawala
berhembus layaknya angin menyentuh dedaunan
mengalir seperti sungai menuju muaranya
tangis senyum tawa adalah suka cita

engkau perempuan di buku puisi
tak lagi berharap lebih bagi perjuangan
satu kunci semangat membebat tangan
keikhlasan tanda cinta untuk sebuah pengabdian

setu,14.04.1

JEJAK SAJAK TANDUS



aku membaca jejak di tepi jalan duka
seorang perempuan penuh luka
menapaki sajaksajak derita
berselendang airmata

rindu telah berkabung
harapan menjadi linglung
putih berubah hitam abuabu
suara suara hanya dentang waktu

cahaya mulai redup dan suram
rimbun tinta berguguran
tanah menjadi kering
gersang kerontang

langkah tak henti berjalan
walau cakar kehidupan merajam
peluh perih membaca jejakjejak kaki
sampai di tepi pelabuahan, harap terkekang

di setiap lembar buku harian yang ditulis
mengisyaratkan perih yang terenjis
dari tinta tinta kegelisahan jiwa
yang gagap oleh peristiwa

setu, 15. 04. 17

RISALAH AINUL HAYAT



mendekatlah nak
akan aku ceritakan
tentang ainul hayat
negeri yang dicaricari
dirindui setiap mahluk
bertempat di kaki langit
arah matahari terbit tergelap

iskandar zulkarnain berjalan di tepi bumi
; rafa'il membawa berita dari langit
; gelegar dadanya mendengar ihwal
ainul hayat, air abadi; membuat tubuh tak mati
hingga kiamat jatuh ke bumi

suatu pagi sebelum anak anak matahari lahir di pelipis langit
seribu perawan kuda betina bergerak menggiring tujuan
enamribu ahli negara berteriak menyapa langit
mereka bergerak dari satu kibaran bendera yang sama
mencari tempat rahasia yang berkisah tentang ainul hayat

wahyu turun menyentuh ubun ubun khidir
tiba tiba semua menjadi bisu gagu
cahaya tenang tak berseteru
ainul hayat tereguk masuk
dalam darah dan tubuh
kecipak air membasuh
seluruh pori dan liang
kulit yang jinak jejak

setu, 16. 04. 17

MAAF



mengecup pagimu dengan maafmu
ingin aku membuka jendela rindu
di dadamu yang laut membiru
aroma kopi yang menguar
sedikit gula ciuman

akan aku ritualkan
kata maaf seperti pagi
mencumbumi matahari dan bumi
bersenggama dengan air lalu hidup
tetumbuhan yang menguatkan akar akar

di dadamu yang laut aku sematkan segala rindu
jangan biarkan perasaan menjadi berkabung
sampai bilik di hati terkoyak oleh kecewa
dan waktu menjadi titian yang rapuh
aku akan tetap di sini menunggu
hingga kau rebahkan kepalaku
di dadamu yang laut itu

bekasi,22.04.17

CAHAYA



cahaya cahaya
lahir lahir dari rahim kegelapan
menyimpan segala bentuk rahasia
dari dataran tinggi hingga ceruk bumi

cahaya cahaya
menisbikan kesumat dendam
melelehkan kebencian yang berkarat
mengubah perjanjian setan dengan malaikat

cahaya cahaya
mesesap ke langit
berbinar di cakrawala
membangunkan kehidupan
mematikan segala pekat jelaga

cahaya cahaya
tak ada gejolak
hanya sunyi suci tak berapi
semua menjadi putih tak berwarna
lalu semua sama saja seperti putih kembali kepadanya

cibinong,18.04.17

CAHAYA MI'RAJ



masih ada malam yang bercahaya
ketika firman mengetuk mata
pada cahaya kenabian
muhammad alamin

malam gigil sunyi
ruh jasad masih menyatu
inilah hijir ismail permulaan isra
menuju aqsha tempat yang dirindui cinta

perjalan menuju mihrob
sebelah kanan jibril dan kiri mikail
bertemu segala lakuliku segala amal
tubuh hanya sekedar jasad perintah kesakralan

setiap langit yang di pijak adalah sajak yang terurai
shalat menjadi tadabur dan pelebur saksi
angka lima adalah kotak rahasia
lima waktu jadi penentu

setu, 24. 04. 17

KOPI SENJA



ini adalah senja yang kita tunggu
berbicara pada inginku dan inginmu
lalu kita putuskan untuk secangkir kopi
merituali senja di teras yang selalu setia pada janji

lihat gerimis datang menyapa
kopi di cangkir kita memguar cinta
aroma robusta; khas memberi warna
pada gelisahmu yang acap kali tampak di mata

kau menatap, aku tersipu malu
kau mengaduk kopi kita mengikuti putaran bumi
sambil menari merituali setiap adukan dengan ciuman
satu satu kenangan berjatuhan hingga waktu lindap menyapa malam

kita masih di sini
bercengkrama dengan secangkir kopi
walau kita saling diam, mata tetap bicara
lalu semua menjadi leguh tenang dikeinginan yang terajam

setu, 03. 05. 17

MATAHARI DI BUMI BLAMBANGAN



mari kita menapaki bumi blambangan
yang lahir dari sejarah minak jinggo
pemilik gada kuning mandraguna
dan anak anak matahari bertapa
di ufuk barat cakrawala senja

kita mencatat perjalanan damar wulan
kesatria tampan darah bangsawan
terperangkap menjadi unggulata
di kastil kuda kuda punggawa
memetik hikmah cinta

sampailah kita pada kitab banterang dan sritanjung
kisah setia dara jelita berakhir di belati nestapa
lelehan darah mengudar bau harum
cuaca gelap tak lagi senyum
duka menjadi tudung luka

lalu kaki kaki berjalan di subur tanah macan putih
sederet serenada ritual gending banyuwangi
bertiwikrama menyambut musim tanam tiba
lalu tangan legenda menulis kisah ruatan
seorang bangsawan menjelma macan

sampai di mana magenta menyentuh langit
kita masih tenggelam membaca
lalu bangga dengan kearifan
nenek moyang tercinta
yang sepi oleh pujian
sirna ditelan masa

cibinong,22.03.17

PESAN DARI NEGERI AWAN



inilah negeri yang aku kunjungi
sebuah negeri berwarna putih, bergumpal gumpal
aku menamainya negeri awan yang lahir antara lapisan langit bumi
di sini suara rindu menjadi lirih, sunyi terbentang melalap ribuan panas api

aku melihat warna rumah yang sama bercat dan berdinding putih, semua putih
aku melihat secangkir kopi yang tak lagi berwarna hitam seperti biasanya
;seorang gadis manis bersanggul awan mengaduknya dengan hatihati
wajah dan pipinya putih, di pinggangnya selendang awan putih
lalu ia menjatuhkan satu pesan singkat
“tunggu kopiku di bumi”

awan bergerak bersamaan
lalu semua menjadi hitam arang
angin berdatangan mendorong ke arah selatan
satu dari mereka bersiul, rintik rintik air satu satu
hujan turun dan menjatuhkan diri di tanah kelahiranku

bumi bernyanyi, suka cita, bersenang hati, bersorak riang
la la la la la la la la la la la la la la la la la la la la la
hiduplah yang mati, bangunlah yang tertidur
hilangkan kegersangan di negeri ini
hijau menjadi sejuk teduh

lion air, 06.04.17

MONOLOG MAK INAH DAN PEJABAT DAERAH



musim orasi tiba
blusukan jadi trandi
mak ijah didatangi
mulailah obral janji
mengawal prosesi
duduk di kursi

“mak inah,
pilih saya
semua kebutuhan
akan saya penuhi
dari botekan dapur
sampai berobat gratis
wes to percoyo
aku ora bakal suloyo”

“nyumanggaaken
kulo meniko kawulo alit
tapi, panjenangan emot geh
 ajineng diri ono ing lati”

harapan mulai berdenyar
menghias pelipis pipi dan dagu
matanya berbinar terang
impian membias di bibir waktu
dan degub di dadanya membenamkan
sejuta duka dan pedih lara yang lama
di makan usia yang seolah sia sia

perih tak lagi rimbun oleh perdu
ombak yang beriak mulai tenang
mengalir dari dataran jiwanya
sampai saat punah janji
menguap bersama
ilusi ilusi

“mana janji janji
yang kau tanam di lubuk hati
sampai suaraku serak memanggil
namun kau tak pernah lagi hadir
menghampiriku atau melirik
luka luka yang sudah kaku
 bahkan dingin membeku”

“inilah aku
hanyalah bumbu penyedap
seperti daun salam atau sereh
pada nasi uduk yang ku buat tiap pagi.
jika uduk matang, sereh salam dibuang
ke tong sampah, tak berguna lagi
tak berharga lagi
tak berarti
tak tak
tak !”

“rindu tak lagi riuh
harapan binasa
kau bunuh
tanpa sisa”

bekasi,30.03.17

JEJAK KORUPTOR



aku mendengar tembang liris
lahir dari rahim rahim jabatan daerah
seloka dan pantun hanya penghias muka
puisi terkadang menjadi timbangan yang manis

inilah telunjukmu
yang memaknai semua cerita
dari pinggiran rakyat jelata,selokan
hingga jalan jalan berlubang di pinggiran kota

lihat tubuh anak anak
tergolek di trotoar basah lembab
tampias bekas hujan semalaman
berselimut lembaran kardus kardus lusuh

lihat potret kemiskinan
berjajar di kolong jembatan
bantaran kali dan pinggiran pantai
blt yang kusut oleh prosedur, tak tepat sasaran

rahim waktu memilin kisah
tercecer dari punggung jabatan
 tempat tidur gelap berkarat khianat
perempuan perempuan bertaring gading
di letakkannya pada puncak birahi lelaki
membuncah seluruh nafsu yang retas
rantas  ubun ubun amanah rakyat
lalu mengalir pundi pundi khuldi
di tangan perempuan asing
bersanggul darah perawan
 lalu tuntas semua kisah
di akhir jabatan
hotel prodeo
tempat
mendekam


bekasi,29.03.17

MENGEMBANG DI TEPIAN TERJAL



inilah impian
membakar kadar kesetiaan
pada tebing tebing terjal tumbuh kuntum mawar
seperti rindang kurma yang hadir di tengah bebatuan tanah haram

rindu selalu ada
pada setiap pergantian musim
membeberkan sepanjang kisah perjalanan
pada tabiat iklim, cuaca dan seluruh fatamorgana

kita bangun rumah
di halaman hati, meruah kasih
lalu tempelkan di tiap sudut dindingnya alif lam ha
dan telapak tangan ikhlas menyentuh batu batu tebing
dusta berguguran, cinta perpagutan menemui jalan
ruh kedamaian ditiupkan pada ubun ubun terjal
angin timur berhembus menyentuh pipihdaun
kelopak mawar bermekaran
kita merentang tangan
teriakan membasuh tebing
saat purnama terbelah dua

bekasi, 12.04.17

SENJA DI PELIPIS PEREMPUAN ASING



inilah senja keduabelas
menjatuhkan tawa sinis
pada raut wajah perempuan
yang di matanya kau tulis harapan

bilakah jemari menghapus airmata
lalu kita bacakan puisi sebagai mantra
seperti suluk pemikat yang kau tanam
di jari jari mimpi kita yang lahir dari kata dan usia

kau tanam mawar dan kamboja
di pelipis perempuan asing
yang semula tak aku kenali
kini selalu membuka jendela pagi
dan menutup mata senja dengan senyumnya

apakah itu cinta, entahlah
ada suara suara dalam denting
gemerincing
mengusik sepanjang waktu
menelisik di bilik bilik jantung
dan hati kita

biarlah semua menjadi apa adanya
seperti matahari bertatapan dengan siang
rembulan berpelukan dengan malam
di dadamu tetap menyimpan seribu rindu tanya

cipularang,07.05.17

WAJAH SUBUH



fajar masih menyisakan rindu
tentang wajah malam yang teduh
kokokayam menyela tanda subuh
jingga magenta membayangi langit

entah ini subuh keberapa
mengabarkan geliat hidup
setia menyapa walau kita acuh
tak hirau adzan memanggil riuh

apakah kita masih menarik selimut
membebat tubuh dengan gumul dusta
sementara shalat pertama musti didirikan
mencakar semua kemustahilan
yang dihadirkan semesta

rindu tak berpaling
resah hanya sekelebat ingin
yang lewat terkadang menjadi beku
sesal datang dikemudian ketika dzuhur membentang

oh jiwa yang tenang
air mata pembangun khusyu
ketika alif bertemu dengan lam tasjid
lalu hu mengakhiri ucap dan lafadzlafadz
kecamuk mengalir mengikuti aliran cahaya di jiwa

setu,8.05.17

KAU TAHU MUAKKU



apakah tetap harus kupinta
sedang kau lebih mengerti mauku
apakah perlu kueja satu satu ingin itu
kau tahu mana yang baik dan pantas bagiku

walau habis membaca lautan
laut bumi gununggunung
membaca satu hurufmu
aku tak mampu!
sungguh!

kau lebih tahu
muakku merancu
pada kembang dan lagu
tak aku mau kecuali rindu

inilah kesaksian kesangsian
tak mau beringsut dan menjauh
di pelipis senja aku melukis sajakmu
putih bukan tulang ; halus bukan kabut

ingin tetap di sini
menyerpih shalawat
menatap semua harkat harkat
menakar setiap hijaiyah
memaknai hingga sunyi
lalu senyap melesat
menuju tebingmu
sunyi terjal
lalu hilang

mega mendung, 15.05.17

DI TROTOAR



ada wajah wajah senja
di trotoar dekat tanah abang
lusuh bajunya, badanya penuh koreng
bu, lapar! di sampingku rumah makan berjejeran
pak, haus! tukang air berseliweran menjaja dagangan

“aku tak ingin menjadi pengemis yang selalu menagis
ke kanan meminta sesuap nasi ke kiri seteguk air
terik matahari terkadang membuatku melata
sampai tenggorokan kering merindu air
dan hujan menyelimuti wajah gigil”

sampai di mana lisan berbicara
dia terseok ; meringis menahan sakit
menyeret kakinya hingga darah mengalir
sesekali jeritnya terdengar,”sssst...aduh sakit!”
lalu tangannya menadah ke setiap pejalan kaki
“bu, beri sedekah untuk makan!”

orang orang menatapnya jijik mual
dia berjalan keluar masuk pasar
tak henti mulutnya berdenyar
“sedekahnya bu, untuk makan”
“sedekahnya, kami lapar”

cibinong, 15.05.17



Selasa, 02 Januari 2018

ESAI PUISI RINDU DI BANTAL karya Ummi Rissa

RINDU DI BAWAH BANTAL
(Ummi Rissa)

sampai ini malam di tapal batas
aku masih menyaimpan rindu di bawah bantal
melipat semua peristiwa menjadi sakral dalam doa
yang aku sematkan pada dinding dinding langit agar tuhan membacanya

suara tembakan itu
membuat jantung merancu
lalu ceritamu : asrama yang hancur
sekolah diberondong peluru:
"apakah kau takut nak?" : tidak ibu, ada dua malaikat menjagaku!"
"ada doamu yang menangkis segala panasnya peluru!"

esok hari telah diumumkan
"darah syeh gullen ahmad telah dihalalkan!"
"tiga orang mahasiswa indonesia ditangkap,
sudah seminggu belum kembali, doakan aku ibu!"
"apakah kamu takut nak?": "tidak ibu, aku lebih takut kepada murka ibu, dari pada bom dan peluru mereka!"

"kembalilah sebelum fajar
saat rinduku masih tersimpan
di bawah bantal yang basah doa
dan aku akan memelukmu dengan cinta
karena rindu itu bersuara dengan lelehan air mata"

anakku
kemasi semua harapan
agar darahmu tak tercecer
di antara puing puing doa doa
beristirah sejenak di bilik dan kamar
yang sunyi oleh suara peluru dan teriakan
membacalah di sana dengan kitab yang dibawa oleh nabimu, nabi kita
dan tuhan akan menidurkanmu seperti iskandar zulqarnain
lalu membangunkanmu di antara lembaran kertas pengetahuan

dan aku akan melipat rinduku
lalu membenamkannya di bawah pelipisku
sampai kau datang memelukku dan berkata
"bukalah bantalmu yang penuh doa dan air mata
agar aku dapat menikmati kasihmu!"

bekasi, 19.12.17


Mencermati puisi ini,  kita tak sekedar diajak untuk menikmati bahasa indah yang dilumuri nilaii-nilai estetika.
Dari tiap larik puisi yang ditulis, Ummi tampak hati-hati bersahabat dengan  diksi-diksi yang digunakan.
Sebab,  jika tidak tepat memilih sesuai alur puisi, maka isi yang disajikan tidak sampai ke pembaca.

Jika diamati dari larik pertama,
: .. sampai  ini malam di tapal batas
aku masih menyimpan rindu di balik bantal...
Bahasa kiasan itu tersimpan  kerinduan dan kekhwatiran diri Aku lirik  terhadap keluarga ( anak) yang jauh darinya.

Kemudian Aku lirik menyimpan kekhwatirannya lewat keyakinan doa. Sebab  doa baginya suatu kekuatan hakiki yang mampu mengusir segala kegelisahan.

.... melipat semua peristiwa menjadi sakral dalam doa
yang aku sematkan pada dinding dinding langit agar tuhan membacanya.

Sampai di sini, aku lirik menindas kekhawatirannya dengan kekuatan jiwanya yang penuh keyakinan terjadap kekuatan ilahiyah

Ibu mana dan orangtua yang mana tidak khawatir terhadap keselamatan anaknya, ketika buah hatinya itu berada dalam situasi kisruh yang melibatkan senjata api.  Tapi yang paling menguatkan keyakinan dan sisa keberaniannya adalah pernyataan si anak dalam posisi lirik :

..suara tembakan itu
membuat jantung merancu
lalu ceritamu : asrama yang hancur
sekolah diberondong.peluru:
apakah kau takut nak? : tidak ibu, ada dua malaikat yang menjaga ku!"
"ada doamu yang menangkis segala.panasnya peluru!" .....

Jika dicermati dalam ukuran nilai tipogratif,  kisahan mengenai puisi RINDU DI BAWAH BANTAL ini cukup apik dan hati-hati sekali.
Sebab, jika salah menempatkan kata yang tidak tepat, isi yang dituturkan akan berada di luar metapora kisahan.

Menulis syair memang gampang. Tapi mencatat momen dalam puisi membutuhkan kecermatan ilmu yang merangkai kata-kata karena di balik kata-kata itu terbangun satu keindahan (estetika).

Tak hanya menghadirkan kecemasan dari rasa cinta seorang ibu terhadap anaknya,
tapi  kecintaan anaknya terungkap untuk mengimbangi kasih sayang ibunda. Itu yang diucap sang anak kepada ibunya :
...dan aku akan melipatkan rinduku
lalu membenamkannya di bawah pelipisku
sampai kau datang memelukku dan berkata :
"bukakah bantalmu yang penuh doa dan airmata agar aku dapat menikmati kasihmu"

Dari larik terakhir itu betapa kuatnya ikatan batin antara ibu dan anak dalam tipogrrafi puisi ini

Tak hanya hanya cerita pendek atau novel saja sebagai alat untuk menuturkan pengalaman batin penulis, tapi dari larik-larik puisi dapat dijelaskan secara padat bentuk kisahan yang akan disampaikan ke masyarakat pembaca.

Seperti yang dikatakan penyair India, Rabindranath Tagore, puisi itu ibarat satu ruang yang luas untuk menjelaskan  segala persoalan secara pribadi maupun yang terjadi di luar diri kita.

Puisi ini sangat apik mengungkap pengalaman berbahaya yang mengbadirkan sejumlah kekhawatiran orangtua terhadap ananda tersayang.

Sayang volume resensinya ini sangat sedikit karena ruang dan tempat untuk meletakkan kata-kata memang terbatas. Selamat berkarya terus,

RINDU DI BAWAH BANTAL



sampai ini malam di tapal batas
aku masih menyaimpan rindu di bawah bantal
melipat semua peristiwa menjadi sakral dalam doa
yang aku sematkan pada dinding dinding langit agar tuhan membacanya

suara tembakan itu
membuat jantung merancu
lalu ceritamu : asrama yang hancur
sekolah diberondong peluru:
"apakah kau takut nak?" : tidak ibu, ada dua malaikat menjagaku!"
"ada doamu yang menangkis segala panasnya peluru!"

esok hari telah diumumkan
"darah syeh gullen ahmad telah dihalalkan!"
"tiga orang mahasiswa indonesia ditangkap,
sudah seminggu belum kembali, doakan aku ibu!"
"apakah kamu takut nak?": "tidak ibu, aku lebih takut kepada murka ibu, dari pada bom dan peluru mereka!"

"kembalilah sebelum fajar
saat rinduku masih tersimpan
di bawah bantal yang basah doa
dan aku akan memelukmu dengan cinta
karena rindu itu bersuara dengan lelehan air mata"

anakku
kemasi semua harapan
agar darahmu tak tercecer
di antara puing puing doa doa
beristirah sejenak di bilik dan kamar
yang sunyi oleh suara peluru dan teriakan
membacalah di sana dengan kitab yang dibawa oleh nabimu, nabi kita
dan tuhan akan menidurkanmu seperti iskandar zulqarnain
lalu membangunkanmu di antara lembaran kertas pengetahuan

dan aku akan melipat rinduku
lalu membenamkannya di bawah pelipisku
sampai kau datang memelukku dan berkata
"bukalah bantalmu yang penuh doa dan air mata
agar aku dapat menikmati kasihmu!"

bekasi, 19.12.17
www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com